Senin, 28 Juni 2010

What a Girl Desire…

Telor Pedes
60 x 40 cm
Acrylic on Canvas
2010


Perempuan dengan segala keistimewaannya telah sejak awal menjadi gender pendamping yang dalam setiap masa melakoni porsinya. Benarkah itu? Ah, para pemuja perempuan, pemerhati perempuan, bahkan para anti perempuan yang notebene dilahirkan dari rahim perempuan, dan tentu saja perempuan itu sendiri tak akan ada habisnya mewacanakan tentang keistimewaan perempuan. Wah, perempuan terus…, Setidaknya terdapat istilah yang dapat mejembatani dan menjadi salah satu fase dalam berhubungan antara perempuan dan lelaki yaitu kawin.
Selama ini kita mengenal istilah kawin sebagai proses pemaduan dan penggabungan sifat-sifat untuk mewariskan ciri-ciri suatu agar tetap lestari setidaknya secara harfiah maupun nilai-nilai sosial di lingkungannya, tak perlu berpanjang lebar juga karena dalam fase tertentu segala sesuatunya teralami sebagaimana manusia terciptakan dilengkapi dengan jiwa dan hasratnya dan lingkungan memberi koridor beserta segala aturan, sangsi, gossip, kasak-kusik, sindiran, cibiran yang pada tahap-tahap tertentu sama sekali tidak berguna. Atau akankah kita mau memaknai kawin yang juga digunakan sebagai istilah hubungan seksual antara dua ekor hewan dengan segala laku dan gayanya, ha2, kalianlah yang paling tahu selera dan interpretasi masing-masing, sementara istilah kakawin kali ini oleh komunitas Pintu Mati digunakan sebagai rangkaian kontekstual melalui bahasa visual masing-masing dalam menterjemahkan kata kawin dan lawan gendernya. Setidaknya seperti itu yang yang tertangkap dari beberapa kali pertemuan dengan bapak-bapak penunggu Pintu Mati yang sedang puber kedua katanya, ha2. Selamat atas kenormalannya.


Mbah Kawi dan istri …
Pada suatu sore, tersebutlah seorang kakek bernama mbah Kawi sedang duduk di kursi licak dari bambu di depan rumahnya. Ia baru saja melepas anak cucunya yang selesai menjenguk. Sekali-kali ia menengok ke jendela terbuka sehingga dapat dilihatinya istri yang terbaring karena sudah tiga bulan sakit karena usia tuanya. Meski sakit ia masih membuatkan segelas teh dan mengantarkan ke depan. Mbah Kawi yang tau istrinya tertatih-tatih menghantarkan teh sama sekali tidak melarang istrinya tersebut meski hatinya ingin sekali, dan seperti biasa ia nikmati teh itu hingga dingin berampas. Setelah malam menjelang si kakek merapikan selimut istrinya yang telah tertidur duluan untuk kemudian ia berbaring di sampingnya…
Saat sinar pagi nenembus atap genteng, membangunkan si nenek untuk segera ke dapur, tetapi ia teringat kalau kayu bakarnya telah habis dan beranjak membangunkan mbah Kawi agar pergi mencari kayu bakar. Ia menarik selimut si kakek tapi tidak mau bergerak… saat di sentuh tubuhnya ternyata dingin… saat diguncang tubuhnya ternyata sudah kaku…
Konon menurut tetangga belum ada tujuh hari kematian mbah Kawi, sang nenek juga juga menyusul…

Susanto

1 komentar: